Sabtu, 17 Maret 2012

PERILAKU ETIS DALAM KONTEKS ORGANISASI BISNIS

PERILAKU ETIS DALAM KONTEKS ORGANISASI BISNIS
Riane Johnly Pio

Abstract: This article is based on theoretical and empirical references related to business ethics. Shaking after the collapse of Enron istitution business and the domino effect of the discovery of large United States companies with unethical business practices, has sparked interest in the importance of ethical behavior in business organizations. To achieve sustained organizational effectiveness, ethical behavior becomes essential to always be applied by businesses. If not bankruptcy will surely reap the real existence as experienced by some companies.

Keywords: Business Ethics, Ethical behavior, Business Organization

Etika menjadi persoalan yang penting dalam aktifitas bisnis saat ini, bahkan etika menjadi pusat sorotan bisnis kontemporer (Casa, Barker, dan Cameron, 2004). Apalagi sejak terkuaknya beberapa skandal institusi bisnis keuangan di Amerika Serikat seperti Enron, Arthur Andersen, WorldCom, Tyco, Adelphia (Brewer dan Hansen, 2004), (Hilliard, 2004), (Organ, 2003), (Cohan, 2002) etika mempunyai peran yang cukup krusial di dalam organisasi bisnis (Griffin dan Ebert, 2006), (Lease, 2006), (Sims dan Brinkmann, 2003).  Di masa yang lalu, etika kurang diperhatikan, namun sejak beberapa eksekutif perusahaan besar di Amerika Serikat dituduh “merampok”, perusahaan dan dinyatakan bersalah, serta beberapa praktek bisnis ilegal diinvestigasi, etika telah mengambil posisi penting dalam bisnis (Luthans, 2006).
Perilaku etis merupakan perwujudan dari etika yang diimplementasikan di dalam organisasi bisnis.  Banyak perusahaan global menggunakan jasa konsultan etika dalam membangun reputasi perusahaan supaya perusahaan akan terus tumbuh dan berhasil dalam bisnis. LRN sebuah perusahaan konsultan etika bisnis dibawah pimpinan Dov Seidman telah membantu lebih dari 400 pemimpin perusahan di seluruh dunia untuk mengembangkan budaya etika perusahaan dan menginspirasi prinsip-prinsip kinerja di dalam bisnis (www.howsmatter.com). Hal ini perlu dilakukan perusahaan karena tingkat perubahan berlangsung cepat dan merata untuk organisasi bisnis. Banyak perubahan mendasar terjadi dibidang tehnologi, kependudukan dan lingkungan bisnis sehingga operasional rutin meningkat lebih kompleks, beragam dan multinasional (Caza, Barker dan Cameron, 2004).
Etika secara harafiah berasal dari kata Yunani ethos atau arti jamaknya ta etha yang berarti adat kebiasaan yang baik. Adat kebiasaan yang baik ini lalu menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak ukur tingkah laku yang baik dan buruk (Devine, 1997).  Pengertian ini sama dengan pengertian moralitas.  Dimana moralitas berasal dari kata latin mos dalam bentuk jamak mores dengan arti adat istiadat atau kebiasaan.  Secara harafiah pengertian etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan (Keraf, 1998).  Etika mulai menjadi kajian yang menarik didalam aktifitas bisnis pada awal dekade tujuh puluhan baik dilihat secara praktis maupun secara ilmiah di Amerika Serikat.  Kemudian terus meluas ke eropah pada tahun 1980-an, dan menjadi fenomena global pada tahun 1900-an (Bertens, 2000).

ETIKA
Etika memiliki beragam makna yang berbeda, tetapi secara garis besar etika terdapat dua makna yaitu: (1) Prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok; (2) Kajian moralitas. Ini berarti etika memberikan panduan bagi manusia untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moralitas seperti benar dan salah atau baik dan jahat (Velasquez, 2005). Dalam rumusan yang lain etika dilihat dari dua sisi juga yakni: (1) etika sebagai  praksis yaitu nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan atau apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral;
(2) etika sebagai refleksi yaitu pemikiran moral atau berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, dan etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah (Bertens, 2000). Etika berhubungan dengan filsafat moral atau etika normatif. Sebagai penyelidikan normatif dan bukan sebagai ilmu murni yang deskriptif, dimana ia tidak memberikan pilihan-pilihan yang netral dari praktek moral yang ada, tetapi mengatur pokok persoalannya dalam suatu kerangka penilaian yang tegas.  Karena itu, tujuannya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai (Pratley, 1997).
Etika dapat dilihat dari beberapa perspektif seperti berikut: (1) Merupakan dasar-dasar moral, termasuk ilmu mengenai kebaikan dan sifat-sifat tentang hak; (2) Tuntunan mengenai perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan dengan suatu jenis kegiatan manusia; (3) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; (4) merupakan ilmu mengenai watak manusia yang ideal; (5) Kumpulan azas atau nilai yang berkenan dengan ahlak; (6) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat; (7) Pedoman kelakuan, sikap atau tindakan yang diterima/diakui, sehubungan dengan kegiatan manusia dari golongan tertentu; (8) Ilmu mengenai kewajiban; (9) Dasar-dasar moral seseorang (Mahmoedin, 1994).
Secara umum beberapa pengertian di atas sudah menggambarkan pengertian etika yang lengkap karena sudah mencakup dua ranah yang dikenal dalam lingkup bahasan etika yaitu etika sebagai praktek hidup melalui kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat yang baik dari manusia yang dapat berlaku universal maupun dalam komunitas terbatas, dan aspek ilmu dari etika sebagai bentuk pencarian kebenaran yang hakiki dari eksistensi manusia di dunia agar mampu mempertanggung jawabkan kehidupannya.

BISNIS
Kata bisnis diterjemahkan dari kata business bahasa inggris yang secara harafiah dapat diartikan sebagai perusahaan, usaha, dagang, keniagaan, ketataniagaan, atau urusan. Bisnis itu dimaknai sebagai organisasi yang menghasilkan barang dan jasa dalam rangka mencari keuntungan.  Sebagaimana pertanyaan yang diungkapkannya, apa yang dipikirkan seseorang ketika mendengar kata bisnis.  Mungkin orang akan membayangkan tentang perusahaan Shell Oil atau IBM yang sukses, atau membayangkan perusahaan yang bangkrut seperti Enron dan Kmart (Griffin dan Ebert, 2006). Dengan kata lain bisnis itu merupakan aktifitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan keuntungan melalui suatu kegiatan produktif yang dijalankan melalui organisasi formal seperti perusahaan atau secara informal usaha perorangan yang berskala mikro antara lain warung atau usaha rumah tangga lainnya. 
Bisnis itu sebagai kegiatan sosial dengan tiga aspek yang melingkupinya seperti: (1) Aspek ekonomi dengan ciri-cirinya seperti: bisnis untuk mencari keuntungan, keuntungan bagi kedua belah pihak, sifanya terstruktur dan terorganisir, dan good business adalah bisnis yang banyak membawa untung; (2) Aspek hukum yaitu hukum memiliki aturan dan sangsi yang tegas; (3) Aspek moral dengan indikasinya seperti mengejar keuntungan adalah wajar asal tidak merugikan pihak lain, menghormati kepentingan dan hak orang lain, janji harus ditepati dan ada kepercayaan (trust) (Bertens, 2000). Ketiga aspek di atas sangat terkait dengan bisnis.  Karena ketiganya merupakan jalinan yang saling mendukung jika diaplikasikan dengan baik di dalam bisnis, atau akan saling menghancurkan seandainya hanya salah satu aspek yang menonjol atau dijalankan.  Ketiga aspek tersebut harus mampu diselaraskan dengan harmonis oleh pelaku bisnis agar memberikan dampak yang positif bagi terwujudnya bisnis yang saling menguntungkan, berkelanjutan dan jika memungkinkan langgeng.

ETIKA BISNIS
Etika bisnis pada hakekatnya terbentuk dan tercipta dari lingkungan bisnis itu sendiri.  Melalui  suatu proses gerakan nilai-nilai yang dianut individu-individu yang bergerak di dunia bisnis, dari nilai-nilai pribadi akhirnya ditanamkan menjadi nilai-nilai perusahaan berupa etika lingkungan kerja yang sudah ditentukan oleh perusahaan dalam bentuk mission statement and corporate culture (Chandra, 1995).   Etika bisnis dapat disoroti dari tiga sudut pandang yaitu dari aspek makro, meso dan mikro.  Pada aspek makro etika binsis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan.  Pada taraf meso etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis dibidang organisasi yaitu perusahaan, serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.  Sedangkan pada taraf mikro telaahnya difokuskan pada individu dalam hubungannya dengan ekonomi dan bisnis seperti tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor (Bartens, 2000). Pandangan lain melihat etika bisnis merupakan studi standar moral dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Studi ini tidak hanya mencakup analisis norma moral dan nilai moral, namun juga berusaha mengaplikasikan kesimpulan-kesimpulan analisis tersebut ke beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas, dan usaha-usaha yang kita sebut bisnis (Velasquez, 2005).
Akar dari etika bisnis dibangun dari enam sumber utama yaitu: (1) Genetic Inheritance, kualitas nilai-nilai kebaikan sering diasosiasikan dengan kondisi etika seseorang dengan banyak ukuran, namun kekuatan genetik dapat menghasilkan keyakinan melalui proses evolusi dari waktu ke waktu; (2) Religion, melalui ajaran agama (The Ten Commanmand) dapat menjadi golden rule bagi moralitas agama sebagai kekuatan utama membentuk etika sosial.  Ajaran agama dapat diterapkan dalam komunitas bisnis.  Golden rule ini dapat digunakan secara universal, dapat dipraktekkan untuk membantu standar moral bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang bisnis; (3) Philosophical System, filosofi yang dianut satu masyarakat dapat membentuk nilai-nilai yang memperkuat etika bisnis. Misalnya masyarakat Amerika memiliki nilai-nilai mendasar berkaitan dengan disiplin, kerja keras dan gaya hidup yang menyenangkan.  Semua ini membangun moral dari masyarakat; (4)  Cultural Experience, dengan mengacu pada aturan, dan standar yang berlaku dari generasi ke generasi itulah yang menjadi panduan yang membentuk kondisi masyarakat.  Nilai-nilai individu menjadi acuan ukuran norma-norma yang berlaku di masyarakat; (5) The Legal System, representasi dari hukum merupakan dasar dari standar etika masyarakat.  Jadi, layanan hukum mendidik tentang pembelajaran etika seumur hidup; (6) Codes of Conduct, ada tiga kategori utama dari tata cara aturan ini. Tata cara perusahaan, kebijakan operasional perusahaan sering disebut dimensi etika dan dasar-dasar afirmatik etika di institusi-institusi yang ada di Amerika Serikat seperti sertifikat akuntansi negara (McAdams, 1986).
Dalam perkembangan bisnis yang bergerak begitu cepat yang ditandai dengan arus globalisasi yang merasuki hampir semua sendi kehidupan manusia, maka terlihat kecenderungan terjadinya pemisahan antara standar etika pribadi dengan standar etika ketika berbisnis.  Seharusnya, semakin berkibarnya peran bisnis dalam kehidupan manusia maka semakin perlunya etika bisnis diimplementasikan.  Pertumbuhan aktifitas ekonomi yang cepat membutuhkan aturan main yang baik dan etis.  Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global mengharuskan praktek bisnis dilakukan secara etis pula.  Dalam ekonomi pasar global, kita hanya akan survival kalau mampu bersaing yang didasarkan oleh produktivitas dan efisiensi.  Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha, karena praktek berusaha yang tidak etis dapat mengakibakan rente ekonomi yaitu mengurangi produktivitas dan menekan efisiensi (Kartasasmita, 1998). Ungkapan tersebut diatas menggambarkan bahwa etika bisnis merupakan suatu keharusan yang akan diterapkan di dunia bisnis pada era globalisasi seperti saat ini. Jika tidak mampu menerapkannya dalam praktek usaha, ada ungkapan orang bijak yaitu bersiap-siaplah untuk menghadapi kematian usaha.  Karena pada dasarnya etika bisnis bukanlah aturan khusus yang hanya dapat diterapkan dalam bidang bisnis, tetapi etika bisnis secara sederhana merupakan penerapan prinsip-prinsip umum dari etika bagi pelaku bisnis.
Secara sederhana masalah etika bisnis mencuat bila terjadi konflik tanggung jawab atau konflik loyalitas.  Ciri-ciri masalah etika bisnis adalah ketika adanya dilema orang harus melakukan: (1) Memilih antara hal yang benar dan salah atau salah dengan yang lebih salah; (2) Memilih antara baik dan buruk; (3) Memilih antara tujuan atau cara yang baik; (4) Mempertimbangkan situasi yang kompleks; (5) Memilih antara survival atau hati nurani; (5) Memilih antara kekeluargaan dengan tertib adminstrasi; (6) Ada konflik antara motivasi dan hasil atau akibat yang ditimbulkan; (7) Apapun keputusan ada kerja yang mesti dibayar atau resiko yang harus diambil; (8) Apapun keputusannya, tidak mungkin orang menghindar dari masalah ini; (9) Salah satu tanda yang paling sering muncul ialah adanya pergulatan dalam hati si pelaku bisnis yang menghadapi masalah tersebut (Chandra, 1995).

PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya.  Demikian pula, prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat masing-masing.  Misalnya bisnis Jepang terkait erat dengan nilai masyarakat tersebut, demikian juga dengan Amerika Serikat, China dan negara-negara lain yang maju ekonominya.  Namun, sebagai etika terapan prinsip-prinsip dalam etika bisnis sesungguhnya penerapan dari prinsip etika pada umumnya.  Oleh Keraf (1998) prinsip-prinsip etika meliputi: (1) Prinsip Otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.  Ia adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis.  Mampu mengambil keputusan sendiri dan bertindak berdasarkan keputusan itu.  Perwujudannya seperti:
a) Bertanggung jawab kepada dirinya sendiri (nuraninya) atas segala sesuatu yang telah dilakukan; b) Bertanggung jawab pada orang-orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manajemen itu kepadanya; c) Kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis; d) Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya kepada pihak ketiga, masyarakat seluruhnya yang secara tidak langsung terkena atas tindakan dan keputusannya seperti menawarkan barang yang bermutu, menjaga lingkungan hidup dan lain sebagainya; (2) Prinsip Kejujuran. Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu prinsip etika bisnis, karena mitos keliru mengenai bisnis sebagai kegiatan amoral.  Saat ini praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang. Dalam dunia bisnis menemukan wujudnya dalam berbagai aspek seperti: a) Dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak; b) Dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik (memenuhi nilai barang yang dijual dengan uang yang diperolehnya); c) Hubungan kerja dalam perusahaan; (3) Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Prinsip Berbuat BaikKedua prinsip ini sesungguhnya berintikan prinsip moral sikap baik kepada orang lain.  Dalam berhubungan dengan siapa saja, bidang apa saja, kita dituntut bersikap baik kepada mereka.  Atas dasar prinsip inilah bisa dibangun semua prinsip moral lainnya seperti misalnya kejujuran, tanggung jawab, keadilan dan lain sebagainya.  Wujud prinsip ini adalah: a) Bersikap baik agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain; b) Dalam wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.  Yang diharapkan adalah bahwa dalam situasi apapun kita akan melakukan tindakan yang baik bagi orang lain; (4)  Prinsip Keadilan.  Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya.  Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar, sama seperti kita mengharapkan agar hak kita dihargai dan tidak dilanggar; (5) Prinsip Hormat Kepada Diri Sendiri. Kita pantas diperlakukan dan memperlakukan diri kita sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya.  Pinsip ini sama sekali bukan bersifat egoistis, melainkan menunjukkan bahwa tidak etis jika kita membiarkan diri kita diperlakukan secara tidak adil, tidak jujur, ditindas, diperas dan sebagainya.   Kita wajib membela dan mempertahankan kehormatan diri kita, jika martabat kita sebagai manusia dilanggar, misalnya perjuangan buruh atas haknya.
Semua prinsip diatas didasarkan pada satu paham filsafat yaitu “hormat kepada manusia sebagai persona”.  Dalam wujud yang lain paham di atas dapat disejajarkan dengan apa yang dikenal sebagai Golden Rule (Aturan Emas) yaitu melakukan pada diri orang lain apa yang tidak saya inginkan untuk orang lain lakukan pada diri saya.  Sebaliknya saya selalu akan memperlakukan pada diri orang lain apa yang saya inginkan agar orang lain perlakukan pada diri saya.  Dalam konteks etika bisnis hal ini dapat diilustrasikan seperti “saya tidak mau ditipu orang lain, dan saya tidak mau menipu orang lain”. 

IMPLEMENTASI PERILAKU ETIS
Aktifitas bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia, etika pun menjadi bagian yang berlangsung bersamaan dengan kehidupan bisnis tersebut. Ada tiga lingkup dan sasaran etika bisnis yaitu: (1) Perusahaan.  Etika bisnis dalam konteks perusahaan terutama berkaitan dengan pelaku bisnis itu baik perorangan maupun bersama-sama dilingkungan organisasi perusahaan. Tujuannya menyadarkan dan menggugah serta mengajak pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis dengan didasarkan atas berbagai argument dan pemikiran tertentu; (2) Masyarakat luas.  Pada bagian ini etika bisnis tidak lagi terbatas bagi pelaku usaha tetapi untuk masyarakat luas seperti konsumen, buruh, pemilik aset umum berupa air, udara, hutan, laut yang bersentuhan secara langsung atau tidak langsung dengan praktek bisnis tertentu seperti nasabah, peminat pasar modal, media massa, aktivis sosial dan berbagai elemen yang ada didalam masyarakat.  Etika bisnis disini berkaitan untuk menyadarkan masyarakat akan haknya berkaitan dengan praktek bisnis; (3) Sistem sosial, ekonomi dan politik.  Target utama dalam kategori iin adalah pemerintah.  Dengan cara mendorong pemerintah untuk menciptakan iklim sosial politik yang menunjang kegiatan bisnis yang baik dan etis.  Bentuknya berupa lahirnya berbagai perangkat kebijaksanaan legal dan politik yang kondusif bagi berjalannya bisnis dengan baik dan etis (Devine, 1997).
Dalam konsepsi berpikir yang berbeda namun masih dalam konteks yang sama dengan yang dipaparkan di atas, dapat dilihat dari sisi anatomi masalah etika dalam lingkungan bisnis dengan klasifikasi sebagai berikut: (1) Transaksi bisnis di luar lembaga.   Transaksi ini berupa aktifitas bisnis secara perorangan di luar lembaga bisnis yang ada di masyarakat.  Bentuknya berupa aktifitas jual beli berbagai produk antar individu seperti tanah, mobil, rumah.  Transaksi dengan pola seperti ini tingkat keberhasilan akan sangat tergantung pada integritas dan kepercayaan individu yang berinteraksi tersebut.  Namun pelanggaran etika yang muncul dapat berupa penipuan karena kepercayaan tidak terbangun dengan niat yang baik; (2) Transaksi dan interaksi dalam lingkup perusahaan.  Hal ini dapat berupa hubungan antara bawahan dan atasan yang tidak harmonis karena atasan merasa ia memiliki otoritas untuk memerintah dan mengatur bawahan, sebaliknya bawahan merasa terancam dengan penilaian atasan atas kinerjanya; (3) Masalah atasan dengan atasan.  Bentuknya berupa pertentangan atau persaingan yang kurang sehat antar atasan yang dapat menyeret bawahan pada area konflik; (4) Masalah antar anak perusahaan.  Bentuknya berupa munculnya kebijakan pimpinan perusahaan induk atas perusahaan cabang dalam hal status perusahaan yang sewaktu-waktu dapat beralih kepemilikannya misalnya terjadi akuisisi atau merger dengan perusahaan lain (Chandra, 1995).
Perilaku etis tidak terlepas dari nilai-nilai yang menjadi keyakinan karyawan.  Pentingnya perilaku etis pada organisasi sudah semakin nyata, karena banyak penelitian terbaru sudah menghasilkan pengetahuan yang terkait dengan manajemen, khususnya perilaku etis individu di dalam organisasi (Trevino, Weaver dan Reynolds, 2006).  Tetapi sekarang ini disadari bahwa yang menentukan perilaku etis bukan hanya individu dan kelompok, tetapi juga sejumlah faktor yang relevan dari lingkungan budaya dan organisasi.  Pengaruh budaya pada perilaku etika berasal dari keluarga, teman, tetanggan pengetahuan, agama dan media.  Pengaruh organisasi berasal dari kode etik, model peran, kebijakan dan praktek, serta sistem penghargaan dan sangsi (Luthans, 2006). 
Apakah terdapat penurunan dalam etika bisnis, terutama dengan terjadinya skandal-skandal bisnis perusahaan besar dengan memanipulasi laporan keuangan, menyembunyikan fakta, dan konflik-konflik kepentingan (Robbins dan Judge, 2008).  Dengan menggunakan pendekatan yang didasarkan atas nilai-nilai kerja dominan atas angkatan kerja di Amerika saat ini, mereka berpendapat bahwa nilai yang dimiliki individu yang berada pada level manajemen menengah dan atas harus memiliki hubungan dengan seluruh iklim etis dalam sebuah organisasi.  Para peneliti telah membahas tentang pentingnya perilaku etis bagi berfungsinya perusahaan dengan baik.  Banyak penulis yang berpendapat ada kaitan antara etika dan krisis keuangan dunia tauhn 2008 (Belak et al. 2010).
Perilaku etis merupakan pedoman dari kebijakan-kebijakan tertulis, standar-standar tidak tertulis, dan teladan yang diberikan oleh para pemimpin, setiap orang di dalam organisasi membuat pilihan-pilihan yang memiliki implikasi terhadap moral. Untuk membuat hal yang “benar” pilihan seseorang harus dipikirkan dengan baik sebagai konsekuensi terhadap apa yang akan dilakukan.  Perilaku etika dapat didekati dari tiga domain tindakan manusia yaitu: (1) Domain hukum memberi arah bagi tindakan dan perilaku manusia atas dasar nilai-nilai dan standar yang tertulis menjadi sistem hukum yang ditegakkan di dalam pengadilan; (2) Domain etika tidak memiliki hukum yang khusus, namun memiliki standar tingkah laku yang didasarkan pada prinsip dan nilai-nilai yang dianut bersama mengenai tingkah laku moral yang menuntut seseorang dan perusahaan; (3) Domain pilihan bebas menunjukkan hukum tidak berlaku dan di mana setiap orang atau organisasi menikmati kebebasan secara penuh (Daft, 2007).
Dalam praktek bisnis ada beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan etis seperti: (1) The individual’s value code; (2) The behavior of colleagues; (3) The attitudes and action of superiors in enterprise; (4) Financial circumstance; (5) The enterprise’s policy on specific ethical questions; (6) The ethical practises of the enterprise’s industry  (Poe, 1986).  Faktor-faktor ini sebaiknya sudah dikondisikan oleh organisasi sehingga perilaku etis dapat diwujudkan. Dalam implementasinya organisasi harus membangun iklim etika dalam bentuk saling peduli antar karyawan, adanya independensi, adanya kode etik, dan aturan-aturan yang jelas (Wimbush dan Shepard, 1994).  Semua itu dibawah pengawasan supervisor yang obyektif sehingga akan terbangun perilaku etis dan pada akhirnya berdampak pada kinerja yang positif.  Sebaliknya jika tidak ada iklim etika didalam organisasi akan melahirkan perilaku tidak etis sehingga menghasilkan kinerja yang negatif. Modelnya terlihat seperti pada Gambar 1.


Gambar. 1.
Model Hubungan Antara Iklim Etika dan Perilaku Etis
Sumber: Wimbush  dan Shepard (1994)

Dalam pembahasan dengan ruang lingkup yang lebih luas, pengukuran implementasi etika bisnis meliputi keseluruhan aktifitas bisnis baik secara informal maupun formal.  Belak et al. (2010) membagi pengukuran informal implementasi etika atas empat hal pokok (lihat gambar 2). Keempat hal pokok tersebut adalah: (1) Kepedulian manajer/model peran; (2) Ketulusan komunikasi etika antara manajemen dan karyawan; (3) Etika menjadi topik percakapan antar karyawan; (4) Mengkomunikasikan ceritera-ceritera tentang perilaku etis kepada karyawan. Sedangkan pengukuran formal dari implementasi etika bisnis terdiri dari tiga tingkatan struktural dengan beberapa faktor yang ada didalamnya. 
Gambar 2.
Pengukuran Implementasi Perilaku Etis
Sumber: Belak et al. (2010)

Adapun tiga tingkatan tersebut adalah: (1) Pengukuran Institusional dengan tujuh indikator seperti visi, pernyataan nilai-nilai inti, pernyataan misi, kode etik, ketaatan pada panduan, daftar standar etika bisinis, keanggotaan pada asosiasi yang berbeda-beda dan jaringan kerja yang peduli etika; (2) Pengukuran Sumber Daya Manusia meliputi tujuh indikator yaitu: deskripsi pekerjaan, criteria yang komprehensif untuk seleksi karyawan, pendidikan dan pelatihan etika, evaluasi perilaku etis karyawan, whistle blowing (adanya orang yang berani mengungkapkan perilaku tidak etis), adanya penelepon tentang etika tanpa nama, sistem imbalan dan hukuman;
(3) Pengukuran Struktural yang terdiri dari enam indicator yaitu: komite etis, jasa konsultasi, ombudsmen, advokasi etika, audit etika di perusahaan, mempengaruhi dan membuat aturan dengan topik etika bagi perusahaan.

KESIMPULAN

Etika berfungsi mengatur tingkah laku individu dan kelompok untuk memberikan panduan bagi manusia agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moralitas, dan sebagai refleksi pemikiran moral tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah. Bisnis merupakan aktifitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan keuntungan melalui kegiatan produktif yang dijalankan melalui organisasi formal atau informal, yang termasuk kegiatan sosial dengan berbagai aspek yang melingkupinya seperti aspek ekonomi, hukum dan moral.  Etika bisnis merupakan suatu standar moral yang diimplementasikan pada institusi, teknologi, transaksi, aktivitas, dan usaha-usaha yang ada pada organisasi bisnis. Perilaku etis merupakan pedoman dari kebijakan-kebijakan tertulis, standar-standar tidak tertulis, dan teladan dari pemimpin yang didasarkan pada  domain hukum, domain etika dan domain pilihan bebas.


DAFTAR PUSTAKA
Belak, J. Duh, M. Mulej, M. and Trukelj, T. 2010. Requisitely Holistic Ethics Planning as Pre-Condition for Enterprise Ethical Behavior. Kybernetes. 39 (1), 19-36.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius, Jogyakarta.
Brewer, L. and Hansen, M. 2004. Confessions of an Enron Executive: A Whistleblower’s Story. Author House Publishing, Bloomington, IN.
Caza, A. Barker, B. A. and Cameron, K. S. 2004. Ethics and Ethos: The Buffering and Amplifying Effects of Ethical Behavior and Virtuosness. Journal of Business Ethics. 52, 169-178.
Chandra, R. 1995. Etika Dunia Bisnis. Kanisius, Yogyakarta.
Cohan, J. A. 2002. ‘I Didn’t Know’ and ‘I Was Only Doing My Job’: Has Corporate Governance Careened Out of Control? A Case Study of Enron’s Information Myopia’. Journal of Buisness Ethics 40 (3), 275–300.
Daft, R. L. 2007. Management. Sixth Edition, Cengage Learning Asia Pte Ltd. Diana Angelica (penerjemah) Manajemen. Buku 1, Edisi 6. Salemba Empat, Jakarta.
Devine, G. 1997. 101 Tanya Jawab Tentang Etika Bisnis. Obor, Jakarta.           
Griffin, R. W. and Ebert, R. J. 2006. Business. Eigth Edition, Prenice Hall, Singapore.
Hilliard, J. C. 2004. Inspired by the Golden Rule. Publishers Weekly, May, 12-14. 
Kartasasmita. 1998. Pentingnya Etika Bisnis Dalam Praktek Usaha. Usahawan
No. 01/Tahun XXVII, Januari.
Keraf, Sony, A. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius, Yogyakarta.
Lease, D. R. 2006. From Great to Ghastly: How Toxic Organizational Cultures Poison Companies. Working Paper.
Luthans, F. 2006. Organizational Behavior. Tenth Edition, McGraw-Hill Companies,Inc. Vivin Andika Yuwono, Hekar Purwanti, Th Arie P dan Winong Rosari (Penerjemah) Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Mahmoeddin, H. A. 1994. Etika Bisnis Perbankan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
McAdams, T. 1986. Law, Business, and Society. Business Publications, Inc. Plano, Texas.
Organ, D. W. 2003. Business Ethics 101? Business Horizon, January-February, 1-2.
Poe, J. B. 1996.  American Business Enterprises. Irwin Home World, Illinois.
Pratley, P. 1997. The Essence of Business Ethics (Etika Bisnis).  Andi, Yogyakarta.
Robbins, S. P. 2005. Organizational Behavior. International Edition Eleventh Edition, Pearson Prentice Hall, Singapore.
Seidman, D. 2009. Dov Seidman Has Built a Career, and Pioneered an Industry, Around the Idea That the Most Principled Businesses Are the Most Profitable and Sustainable. www.howsmatter.com.
Sims, R. R. and Brinkmann. J. 2003. Enron Ethics or (Culture Matters More Than Codes). Journal of Business Ethics. (45), 243-256.
Trevino, L. K. Weaver, G. R. and Reynolds, S. J. 2006. Behavioral Ethics in Organizations: A Review.  Journal of Management, 32 (6), 951-990.
Velasques, M. G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus. Andi, Yogyakarta.
Wimbush, J. C. and Shepard, J. M. 1994. Toward an Understanding of Ethical Climate: Its Relationship to Ethical Behavior and Supervisory Influence. Journal of Business Ethics. 13, 637-647.








Minggu, 20 Maret 2011

Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Mikro di Kota Manado


Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Usaha Mikro di Kota Manado

Riane Johnly Pio


Abstract. Currently the business does not only rely on an accurate business strategy with production and marketing techniques to achieve reliable performance of the business, but business success is influenced also by business ethics.  Therefore, this study aims to determine the extent to which the principles of business ethics affect the performance of micro-businesses. Respondents in this study of 120 people scattered micro-enterprises in the city of Manado. In analyzing data using parametric statistical analysis of correlation and regression analysis.  The results showed that micro-businesses are generally quite capable of applying the principles of business ethics. From the analysis of partial correlation and multiple correlation have a significant relationship between the principles of business ethics with the performance of micro-enterprises. Similarly, partial regression analysis and multiple regression analysis showed the same pattern that significantly influence the performance of micro-enterprises. The study recommends micro-enterprises in the city of Manado in order to improve the implementation of the principles of business ethics in every business. Through the implementation of business ethics that are expected to support sustainable business performance.

Keywords: Honesty, Autonomy, Fairness, Respect for yourself, To do good,
Micro Enterprise Performance.

Lingkungan bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks.  Banyak faktor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis.  Antara lain ada faktor organisatoris-manajerial, ilmiah tehnologis, dan politik sosial-kultural.  Kompleksitas bisnis itu berkaitan langsung dengan kompleksitas masyarakat modern sekarang (Bertens, 2000).  Dari berbagai faktor yang mempengaruhi praktek bisnis di Indonesia, salah satu yang cukup dominan adalah faktor sosial kultural.  Dimana nilai-nilai sosial masyarakat terwujudkan dalam perilaku hidup sehari-hari termasuk didalamnya kebiasaan dalam melakukan aktifitas bisnis.
Dunia bisnis senantiasa diperhadapkan dengan ambivalensi antara mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya dengan gencarnya tuntutan berbagai pihak menyangkut perlunya menerapkan nilai-nilai etika dalam praktek bisnis. Ketidak tepatan dalam memutuskan pilihan untuk menerapkan atau tidak menerapkan etika bisnis akan memiliki konsekwensi pada kelangsungan hidup usaha.  Karena itu, setiap pelaku bisnis dituntut untuk mampu memutuskan yang terbaik bagi keberlangsungan usaha di masa yang akan datang.
Jika menilik berbagai pandangan tentang profesi bisnis, ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang bekerja sebagai pelaku bisnis dianggap pekerjaan yang kotor, penuh tipu-menipu, penuh kecurangan dan dicemoohkan.  Bahkan tidak hanya masyarakat, tetapi sering orang bisnis menganggap dirinya identik dengan tipu-menipu, makan-memakan, caplok-mencaplok demi mencapai keuntungan.  Oleh karena itu, bisnis terlanjur dianggap sebagai profesi yang kotor, atau paling kurang jauh dari sentuhan etika dan moralitas (Keraf, 1998).  Ada ungkapan yang menyatakan bahwa etika sangat dibutuhkan dalam bisnis, namun toh kita tidak bisa keluar dari kenyataan bisnis yang kotor.  Memang, antara kenyataan dan apa yang seharusnya terjadi di dunia bisnis sangat berbeda (Chandra, 1995).
Dilema yang dihadapi pelaku bisnis sarat dengan konflik batin antara mengikuti kebiasaan “tidak baik” yang sudah berlangsung lama dalam realitas kehidupan bisnis atau mengikuti kata hati nurani sebagai hal yang hakiki dari eksistensi manusia.  Pilihan ini memang sulit karena harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders (Pin, 2006).  Fokus itu membuat pelaku usaha yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan berbagai hal yang bisa menaikkan keuntungan.
Namun, karena kehidupan manusia tidak lepas dari moralitas yang ada ditengah-tengah masyarakat, demikian juga dengan bisnis tidak bebas dari faktor moralitas karena bisnis beroperasi ditengah-tengah masyarakat, maka suka atau tidak suka bisnis harus mendapat sentuhan etika.  Memang, baru sekitar tahun 1970-an etika bisnis mendapat perhatian dan diseriusi oleh ilmuwan untuk diajarkan kepada orang-orang yang belajar tentang ekonomi dan bisnis.  Hal ini akibat terjadinya beberapa skandal bisnis besar di Amerika Serikat yang sarat dengan pelanggaran moral (Bartens, 1997). 
Penelitian Ulrich dan Thielemann (1993) dalam Pratley (1997) mengenai bagaimana manajer bisnis memikirkan peran moralitas dalam bisnis menunjukkan bahwa manajer pada umumnya menganut pernyataan bahwa etika yang sehat adalah bisnis yang baik untuk jangka panjang.  Etika hendaknya menjadi bagian dari bisnis seperti aktivitas manusia lainnya.  Namun, etika tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika (Velasques, 2005).  Ilustrasi yang relevan semisal utilitarianisme bisnis seperti adopsi dari prinsip-prinsip etika bukan karena hal ini “benar untuk dilakukan”, tetapi karena peningkatan citra yang mungkin dihasilkan.  Dalam pandangan masyarakat dengan permintaan yang terus meningkat menyangkut hubungan etika dalam bidang bisnis, merupakan sebuah citra positif  bagi perusahaan yang menciptakan berbagai referensi sebagai “modal reputasi” (Duarte, 2008).  Hubungan etika dan bisnis meningkatkan keuntungan karena adanya reputasi yang bagus yang memberikan hasil positif dalam meningkatkan moral karyawan (Firestein, 2006), meningkaktkan fleksibilitas strategis (Jackson, 2005), meningkatkan kinerja keuangan (Petrick et al, 1999).
Etika memberikan pengaruh terhadap aktifitas bisnis menurut Velasques (2005) diilustrasi sebagai berikut: (1) Individu bisnis manapun akan bangkrut jika semua manajer, karyawan dan pelanggannya berpikir bahwa secara moral diperbolehkan untuk mencuri, berbohong, dan melanggar perjanjian dengan perusahaan.  Karena tidak ada bisnis yang dapat bertahan sepenuhnya tanpa etika, tujuan bisnis paling tidak memerlukan ketaatan minimal terhadap etika dari mereka yang terlibat dalam bisnis; (2) Semua bisnis memerlukan masyarakat yang stabil untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan bisnis.  Namun stabilitas masyarakat manapun menuntut anggotanya untuk taat pada standar minimal tertentu. 
Dalam masyarakat tanpa etika seperti yang ditulis filsuf Hobbes, ketidak percayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan “perang antar manusia terhadap manusia lain”. Dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi “kotor, brutal, dan dangkal.  Ketidak-mungkinan melakukan bisnis dalam masyarakat seperti itu dimana berbohong, mencuri, menipu, tidak percaya, dan kepentingan diri yang tidak terbatas, berkonflik menjadi norma menunjukkan bagaimana aktivitas bisnis hancur dalam masyarakat yang tercerai berai oleh pertikaian, konflik, ketidak percayaan, dan perang sipil.   Karena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etis kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Dalam praktek bisnis mutahir banyak ditemukan kasus-kasus pelanggaran etika yang cukup serius yang merugikan konsumen dan masyarakat.  Di Amerika Serikat skandal-skandal seperti Enron, World Com, Parmalat, Royal Ahold NV, Tyco International, dan Imclone membuat kita menyimpulkan bahwa banyak pelaku bisnis global tidak memiliki etika (Robbins dan Coulter, 2007).  Di Indonesia kita menemukan kasus Lumpur Lapindo Brantas yang telah banyak merugikan masyarakat Sidoarjo dan Jawa Timur akibat kekeliruan perusahaan dalam melakukan pemboran sumur  yang mereka kerjakan.
Perilaku tidak etis dari ilustrasi pelaku bisnis diatas mungkin terlalu besar dan jauh dari praktisi bisnis di Manado.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang kita lihat dan dengar sesungguhnya ada pada berbagai praktek bisnis yang merugikan konsumen.  Praktek bisnis seperti produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas, berat produk yang tidak memenuhi standar timbangan, dan volume barang tidak sesuai dengan takaran merupakan kasus-kasus yang banyak merugikan masyarakat di sekitar kita.  Hal ini mungkin saja terjadi karena ketidak-pahaman pelaku usaha tentang pentingnya perilaku etis dalam aktifitas bisnis.  Akibatnya, dalam praktek bisnis  banyak pelaku usaha mengabaikan prinsip-prinsip etika seperti kejujuran, keadilan, otonomi, hormat kepada diri sendiri dan prinsip berbuat baik dalam menjual berbagai produk kepada konsumen.
Dari uraian yang dipaparkan diatas, kami berasumsi banyak konsumen di kota Manado yang telah mengalami layanan bisnis yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip etika bisnis.  Khususnya, dalam skala usaha mikro banyak pelaku usaha yang sengaja atau tidak sengaja telah melakukan  praktek bisnis yang tidak etis.  Karena itu, penelitian ini akan mengfokuskan pembahasan mengenai sejauh mana penerapan prinsip-prinsip etika bisnis kaitannya dengan kinerja usaha mikro di kota Manado.  Masalah ini kami angkat karena cukup urgen bagi setiap orang maupun konsumen.  Untuk saat ini mayoritas konsumen pasti akan berupaya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan melakukan transaksi bisnis dengan pelaku usaha.  Dan pasti masyarakat perkotaan seperti yang tinggal di kota Manado sudah sangat jarang atau sama sekali tidak lagi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan memproduksinya sendiri.  Kebutuhan itu akan dibeli dari pedagang, sehingga dalam konsumen cukup rawan dengan praktek bisnis yang tidak etis.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji beberapa hipotesis yang terdiri dari: (1) Terdapat pengaruh prinsip kejujuran terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado; (2) Terdapat pengaruh prinsip otonomi terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado; (3) Terdapat pengaruh prinsip keadilan terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado; (4) Terdapat pengaruh prinsip hormat kepada diri sendiri terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado; (5) Terdapat pengaruh prinsip berbuat baik terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado;
(6) Terdapat pengaruh prinsip-prinsip etika bisnis terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado.

METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan tehnik survei.  Menurut Supranto (2003) tehnik ini tidak melakukan perubahan terhadap variabel tertentu, dan melakakan penelitian seperti apa adanya tanpa terjadi perubahan lingkungan dan bersifat deskriptif untuk menguraikan suatu keadaan yang sesungguhnya.  Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai riset korelasional dan peramalan mengenai pengaruh variabel independen pada variabel dependen.  Pada intinya penelitian ini termasuk kategori penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat analisis statisik tertentu dengan menguji hipotesis.

Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan kepada pelaku usaha mikro yang ada di wilayah pemerintahan Kota Manado.  Pelaku usaha ini bergerak pada berbagai jenis usaha yang masuk pada kategori usaha mikro.  Karena itu populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaku usaha dengan kategori mikro yang ada di kota Manado.
Sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 120 orang pelaku usaha mikro.  Mengacu pada pendapat Hair Jr. et.al. dalam Aritonang (2005) bahwa ratio antara jumlah unsur sampel dan jumlah variabel dalam suatu penelitian paling tidak 5 kali jumlah variabelnya, atau paling tidak 20 subjek untuk setiap variabel independen yang diteliti.  Penelitian ini menggunakan lima variabel independen dan satu variabel dependen.  Atas dasar pendapat diatas maka jumlah 120 orang pelaku usaha mikro sudah memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai sampel.

Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber dengan menggunakan cara: (1) Data primer; diperoleh langsung kepada responden yang menjadi sampel; (2) Data sekunder; merupakan data yang diperoleh dari instansi yang terkait dengan usaha mikro dan kecil di kota Manado atau propinsi Sulawesi Utara; (3)  Studi pustaka; berupa berbagai referensi yang berkaitan dengan etika bisnis serta usaha mikro dan kecil.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Untuk mendapatkan data, peneliti merumuskan pertanyaan dan pernyataan yang diajukan secara tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan prinsip-rinsip etika bisnis sebagai indikator yang akan diteliti.  Indikator dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Kejujuran merupakan perilaku pelaku usaha dalam menetapkan ukuran, takaran, keadaan produk dan kepatuhan akan kesepakatan yang telah dilakukan dengan berbagai pihak dalam kegiatan usaha yang dilakukan;
(2)  Otonomi adalah bentuk menentukan berbagai tindakan yang dianggap baik dalam atifitas usaha yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, dengan memenuhi kewajiban dan tangung jawabnya; (3)  Keadilan adalah menghargai setiap konsumen dan mitra usaha sesuai dengan hak mereka; (4)  Hormat kepada diri sendiri adalah melakukan diri sendiri dengan pertimbangan kita tidak mau diperlakukan tidak adil, tidak jujur, ditindas, ataupun diperas oleh pihak lain dalam aktifitas  usaha; (5)  Berbuat baik ini bermakna setiap kita berhubungan dengan siapa saja dan dalam situasi apa saja kita harus selalu bersikap baik;
(6) Kinerja usaha merupakan hasil usaha yang dapat berupa keuntungan dan kelangusungan usaha yang dilakukan oleh pelaku usah mikro.

Tehnik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan dan menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan tehnik analisis statistik parametrik (Siagian dan Sugiarto, 2006) berupa: 1) Analisis korelasi sederhana; digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen secara parsial; 2) Analisa regresi sederhana; digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen secara parsial; 3) Analisis korelasi berganda; digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan secara bersama-sama antara variabel independen dengan variabel dependen; 4) Analisa regersi berganda; digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.  Proses koleksi data dan tabulasi data akan dilakukan secara manual.  Sedangkan untuk menganalisis data akan digunakan alat bantu berupa program SPSS versi 12.

HASIL
Analisis Korelasi
Dibagian atas tulisan ini telah disajikan data hasil analisis dengan menggunakan statistik non parametrik, selanjutnya pada tulisan berikut ini dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik berupa analisis korelasi dan analisis regresi.  Dalam menggunakan analisis parametrik harus dipenuhi asumsi normalitas data.   Karena penelitian ini menggunakan analisis program SPSS versi 12 maka normalitas data akan nampak pada table histogram (lihat lampiran).
Dari uji normalitas menunjukkan lima variabel independen yaitu:
1) kejujuran (X1); 2) otonomi (X2); 3) keadilan (X3); 4) hormat kepada diri sendiri (X4); 5) berbuat baik (X5); dan satu variabel dependen yaitu kinerja (Y) memperlihatkan sebaran datanya normal. Dengan demikian asumsi normalitas data dalam penelitian ini dapat terpenuhi. 
Setelah proses analisis melalui program SPSS selesai dilakukan maka secara ringkas dapatlah digambarkan hasil analisis korelasi parsial maupun berganda yang memberikan gambaran hubungan antara variabel independen yang merupakan variabel implementasi prinsip-prinsip etika bisnis dengan varibel dependen yaitu kinerja usaha mikro.   Tabel berikut ini merupakan rekapitulasi analisis korelasi.
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Korelasi Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Kinerja Ush. Mikro
Variabel
Rata-Rata
Stad. Dev
r
t hit
Sig. 0,5
Kejujuran (X1)
26,37
3,159
0,374
0,140
4,377
Signifikan
Otonomi (X2)
26,17
2,963
0,486
0,236
6,033
Signifikan
Keadilan (X3)
26,23
3,299
0,556
0,310
7,273
Signifikan
Hormat kepada diri sendiri (X4)
27,22
2,581
0,509
0,259
6,417
Signifikan
Berbuat baik (X5)
27,83
2,478
0,390
0,152
4,595
Signifikan
Kinerja Usaha Mikro (Y)
26,86
3,475
1,000
-
-
-

Korelasi Berganda R = 0,661
Signifikan
Pada tabel 1 diatas yang merupakan ringkasan dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS menunjukkan bahwa dalam penelitian ini secara parsial lima variabel independen prinsip-prinsip etika bisnis yang terdiri dari; 1) Kejujuran; 2) Otonomi; 3) Keadilan; 4) Hormat kepada diri sendiri;
5) Berbuat baik, memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen kinerja usaha mikro.   Secara rinci hubungan antar lima variabel bebas dengan variabel terikat akan diuraikan berikut ini.




Hubungan Kejujuran dengan Kinerja Usaha Mikro

Hasil analisis korelasi sederhana variabel kejujuran (X1) dengan kinerja usaha mikro (Y) menunjukkan korelasi (r) sama dengan 0,374.  Angka ini menujukkan hubungan antara prinsip kejujuran dalam menjalankan bisnis dengan kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado mempunyai hubungan yang rendah (lihat lampiran tentang tabel interpretasi koefisien korelasi).  Namun demikian dapat dikatakan bahwa nilai kejujuran pelaku usaha mikro di kota Manado memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja usaha mereka karena r hit lebih besar dari r tab ( 0,374 > 0,176).
Menyangkut hipotesis yang menyatakan ada pengaruh penerapan prinsip kejujuran terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado, setelah dilakukan uji t maka hasilnya menunjukkan t hitung sebesar 4,377 dan t tabel 1,980.  Ini berarti t hit = 4,377 > t tab = 1,980.  Dengan dmikian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh antara prinsip kejujuran dengan kinerja usaha mikro di kota Manado dapat diterima.
            
Hubungan Otonomi dengan Kinerja Usaha Mikro
Hubungan antara prinsip otonomi dengan kinerja usaha mikro nilai r nya sebesar 0,486.  Nilai korelasi ini menunjukkan hubungan antara variabel X2 (prinsip otonomi) dengan variabel Y (Kinerja usaha mikro) berada pada kategori hubungan sedang.  Dengan demikian prinsip otonomi yang dilakukan oleh pelaku usaha mikro di kota Manado memiliki hubungan yang cukup baik dengan kinerja usaha karena r hit 0,486 > r tab 0,176.  Menyangkut uji t diperoleh hasil sebesar t hitung sama dengan 6,033.  Jika dikonfirmasikan dengan t tabel sebesar 1,980 maka nampaknya t hit > t tab dan ini berarti hipotesis yang menyatakan ada  pengaruh penerapan prinsip otonomi terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado dapat diterima.

Hubungan Keadilan dengan Kinerja Usaha Mikro
Keadilan merupakan salah satu prinsip etika bisnis yang cukup abstrak dan relatif sulit diukur secara kuantitatif.  Namun dari hasil analisis yang ada di tabel satu diatas nampaknya nilai korelasinya berada pada angka 0,556. Dengan demikian prinsip keadilan memiliki hubungan dengan kinerja usaha mikro pada kategori hubungan yang sedang.  Hal ini nampak karena r hit 0,556 > r tab 0,176. Sedangkan hasil uji t menunjukkan nilainya sebesar 7,273 yang berarti lebih besar dari t tabel 1,980 (t hit 7,273 > t hit 1,980).  Karena itu hipotesis yang menyatakan ada pengaruh penerapan prinsip keadilan terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado dapat diterima.

Hubungan Hormat Pada Diri Sendiri dengan Kinerja Usaha Mikro
Prinsip hormat pada diri sendiri sebagai salah satu bentuk perwujudan perilaku etika untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri seperti misalnya melakukan penipuan.  Mungkin orang berpikir menipu orang lain yang akan rugi orang yang di tipu.  Tetapi pada dasarnya orang yang menipu berarti tidak menghormati dirinya karena sebagai manusia ia justru menginjak-injak dirinya sendiri.
Tabel 1 diatas menunjukkan hormat pada diri sendiri korelasinya dengan kinerja usaha mikro nilai r nya 0,509.  Hal ini menunjukkan hubungan antara kedua variabel berada pada kategori sedang.  Nilai r hitung ini jika dibandingkan dengan nilai r tabel sebesar 0,176 memberikan gambaran bahwa hubungan prinsip hormat pada diri sendiri dengan kinerja usaha mikro signifikan.
Sedangkan untuk mengetahui apakah hipotesis yang menyatakan ada pengaruh penerapan prinsip hormat kepada diri sendiri terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado, melalui uji t diperoleh hasil bahwa t hitung  6,417 >
t tabel 1,980.  Dengan hasil ini hipotesis tersebut diatas dapat diterima.
         
Hubungan Berbuat Baik dengan Kinerja Usaha Mikro
Berbuat baik bagi manusia merupakan hal yang normatif.  Tetapi dalam aktifas bisnis mungkin saja berbuat baik dapat saja dianggap merugikan bagi orang tertentu.  Dalam penelitian ini sebagaimana tertuang pada tabel diatas nampaknya hubungan antara variabel berbuat baik dengan variabel kinerja usaha mikro memiliki korelasi yang signifikan.  Hal ini terlihat dari nilai r hitung sebesar 0,390 > nilai r tabel sebesar 0,176.
Kemudian dari hasil ujian t atas kedua variabel ini memberikan indikasi bahwa nilai t hitung sebesar 4,595 dan nilai t tabel sebesar 1,980.  Dengan demikian dapat dikatakan t hit > t tab.  Konsekwensi dari hasil uji t ini adalah menerima hipotesis yang menyatakan ada pengaruh penerapan prinsip berbuat baik terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado.

Korelasi Prinsip-Prinsip Etika Bisnis dengan Kinerja Usaha Mikro
Ketika analisis korelasi parsial antara lima variabel bebas dengan variabel terikat selesai dilakukan, kita akan melanjutkan dengan analisis korelasi berganda. Informasi yang diperoleh dari hasil analisis korelasi berganda menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara prinsip-prinsip etika bisnis dengan kinerja usaha mikro di kota Manado.  Hal ini nampak dari nilai R hitung sebesar 0,661 yang berarti lebih besar dari nilai r tabel = 0,176.  Hasil ini mengindikasikan menerima hipotesis yang menyatakan ada pengaruh antara prinsip-prinsip etika bisnis  terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.

Analisis Regresi
Pada bagian tulisan terdahulu sudah diuraikan analisis korelasi dan interpretasinya, selanjutnya akan dilakukan analisis regresi.  Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 

 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi
Variabel
Terikat
Variabel
Bebas
A
B
SE
Beta
F
Sig F
Ket.
Kinerja Usaha Mikro
Kejujuran
Otonomi
Keadilan
HKd S
Berbuat baik
16,021
11,569
11,489
8,220
11,653
0,411
0,569
0,586
0,685
0,546
0,094
0,094
0,081
0,107
0,119
0,374
0,486
0,556
0,509
0,390

19,16
36,40
52,89
41,17
21,12
0,00
0,00
0.00
0,00
0,00
Sig
Sig
Sig
Sig
Sig
F                            : 17,699
F tabel                   : 2,29
Signifikan F (P)    : 0,000



Yang akan dianalisis adalah regresi parsial antara variabel prinsip kejujuran (X1), prinsip otonomi (X2), prinsip keadilan (X3), prinsip hormat kepada diri sendiri (X4), dan prinsip berbuat baik (X5) terhadap variabel kinerja usaha mikro (Y).  Kemudian akan dilanjutkan dengan analisis regresi berganda yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh prinsip-prinsip etika bisnis terhadap kinerja pelaku usaha mikro di kota Manado.

Pengaruh Prinsip Kejujuran terhadap Kinerja Usaha Mikro
Data yang nampak pada tabel 2 diatas menunjukan bahwa pengaruh prinsip kejujuran terhadap kinerja usaha mikro menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan nilai F sebesar 19,16 yang berarti lebih tinggi dari pada nilai F tabel yang hanya sebesar 2,29.  Dengan demikian dapat dikatakan prinsip kejujuran memberikan pengaruh terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.
       
Pengaruh Prinsip Otonomi terhadap Kinerja Usaha Mikro
Prinsip otonomi memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja usaha mikro. Hal ini nampak dari nilai F hitung variabel prinsip otonomi sebesar 36,40 dibandingkan dengan nilai F tabel yang hanya sebesar 2,29.  Dengan demikian dapat dinyatakan kinerja usaha mikro di kota Manado dipengaruhi oleh prinsip otonomi pelaku usaha tersebut.

Pengaruh Prinsip Keadilan terhadap Kinerja Usaha Mikro
Berdasarkan analisis regresi yang tertuang pada tabel 2 diatas, nampaknya variabel prinsip keadilan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.  Sebagai indikatornya dapat dilihat dari nilai variabel X3 (prinsip keadilan) yang sebesar  52,89, dan jika nilai ini dibandingkan dengan nilai F hit sebesar 2,29 nampak kelihatan F hitung jauh lebih besar. Dengan demikian dapat disimpulkan variabel keadilan berpengaruh terhadap kinerja usaha kecil di kota Manado.

Pengaruh Hormat Kepada Diri Sendiri Terhadap Kinerja Usaha Mikro
Dari tabel 2 yang merupakan ringkasan analisis regresi nampak terlihat bahwa variabel hormat kepada diri sendiri (X4) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha mikro.  Nilai F hitung dari variabel X4 adalah sebesar 41,17, dan jika dikonfirmasikan dengan nilai F hitung sebesar 2,29 nampak jelas perbedaan yang yang cukup besar.  Ini berarti pengaruh variabel prinsip hormat kepada diri sendiri signifikan terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.

Pengaruh Berbuat Baik Terhadap Kinerja Usaha Mikro
Berbuat baik sebagai variabel X5 menujukkan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja usaha mikro.  Sebagaimana terlihat pada tabel 2 diatas variabel berbuat baik memiliki nilai F hitung sebesar 21,12, sedangkan nilai F tabel sebesar 2,29.  Jadi berdasarkan perbandingan nilai F hitung dengan nilai F tabel dapat disimpulkan prinsip  berbuat baik berpengaruh  tehadap kinerja usaha mikro di kota Manado.

Pengaruh Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Terhadap Kinerja Usaha Mikro
            Dari hasil analisis regresi berganda variabel prinsip-prinsip etika bisnis yang terdiri dari lima variabel seperti kejujuran (X1), otonomi (X2), keadilan (X3), hormat kepada diri sendiri (X4) dan berbuat baik (X5) dengan variabel kinerja usaha mikro ternyata nilai F hitung sama dengan 17,699, sedangkan nilai F tabel sebesar 2,29.  Hal ini berarti nilai F hitung > F tabel pada taraf kepercayaan 0,05 %.  Karena itu variabel prinsip-prinsip etika bisnis secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.  Dengan demikian hasil  penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis berpengaruh terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado. 

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bagian terdahulu tulisan ini, ternyata semua variabel prinsip-prinsip etika bisnis mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan variabel kinerja usaha mikro. 
Kejujuran merupakan salah satu prinsip dasar yang bersifat universal bagi semua aktifitas kehidupan manusia.  Kejujuran merupakan wujud dari salah satu nilai yang diajarkan secara berkesinambungan dari orang tua, guru, bahkan komunitas masyarakat sejak seorang manusia mulai belajar tentang kehidupan.  Karena itu kejujuran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia.  Demikian juga dengan bisnis merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan manusia, tentu saja nilai kejujuran pasti akan bersentuhan dengan bisnis.  Oleh sebab itu dalam aktifitas bisnis apapun, kejujuran akan melekat pada pelaku bisnis tersebut. 
Dalam penelitian ini telah ditemukan bahwa kejujuran berpengaruh terhadap kinerja usaha mikro. Dimana secara statistik hubungan ini signifikan namun masih dalam kategori yang rendah.  Hal ini bermakna bahwa setiap pelaku usaha mikro dalam melakukan kegiatan bisnis terutama usaha perdagangan kecil, mereka pasti meyakini kejujuran merupakan sesuatu yang penting dalam mempengaruhi keberhasilan usaha.  Dengan berperilaku jujur mereka percaya kinerja usaha yang telah dilakukan akan membawa keberhasilan.  Namun, karena tingkat hubungan antar kejujuran dengan kinerja usaha mikro termasuk kategori rendah maka kami dapat mengatakan bahwa nilai kejujuran sebagai salah satu prinsip etika bisnis belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh seluruh responden.  Artinya nilai kejujuran diketahui oleh pelaku usaha, tetapi dalam implementasinya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.  Hal ini, karena dalam kenyataan masih ada pelaku usaha mikro yang mengabaikan kejujuran dalam bertransaksi.  Misalnya masih ada pelaku usaha mikro yang tidak benar mengatakan kepada pelanggan tentang kondisi yang sesungguhnya dari produk yang diperdagangkan.
Prinsip otonomi pada dasarnya merupakan perwujudan dari cara berpikir dan bertindak yang bebas dari intervensi siapapun namun dalam koridor nilai-nilai moral yang baik.  Artinya orang bertindak atas inisiatifnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain atau otoritas tertentu dalam aktifitas bisnis yang dilakukannya.  Memang, dalam bisnis interaksi dengan pihak lain atau membangun jaringan bisnis merupakan unsur yang cukup penting dalam menunjang keberhasilan usaha.  Tetapi keputusan dalam bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika merupakan tindakan yang harus dilakukan secara otonom.
Dalam penelitian ini variabel prinsip otonomi memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan kinerja usaha mikro.  Dengan demikian pelaku usaha mikro di kota Manado keberhasilan usahanya cukup ditunjang oleh prinsip otonomi.  Tentu saja keberhasilan usaha harus ditunjang dengan kemampuan pelaku usaha untuk bertindak secara mandiri. 
Pelaku bisnis merupakan orang-orang yang secara alamiah maupun diajar untuk berani mengambil resiko.  Untuk sampai pada keberanian mengambil resiko bisnis, dasar utamanya adalah orang tersebut memiliki sikap yang otonomi dan tidak terpengaruh dengan orang lain.  Dan inilah yang nampak dari hasil penelitian ini, dimana pelaku usaha mikro mampu untuk bertindak otonom dalam kapasitas yang ada pada diri mereka, terutama dalam bertindak mencapai keberhasilan usaha.
Keadilan merupakan sesuatu yang relatif bagi manusia.  Artinya adil bagi orang lain, tetapi belum tentu adil bagi orang yang lainnya lagi.  Tetapi dalam konsep etika bisnis keadilan yang dimaksud adalah tidak melanggar hak orang lain dalam melakukan berbagai aktiftas bisnis.  Tentu saja dalam konteks penelitian ini keadilan yang dimaksud adalah pelaku usaha mikro menjalankan usahanya dengan memperlakukan setiap pelanggan maupun mitra bisnisnya sesuai dengan hak mereka. 
Temuan dalam penelitian ini menghasilkan bahwa keadilan mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha mikro.  Hubungan ini termasuk pada kategori sedang dan variabel prinsip keadilan memiliki pengaruh yang signifikan dengan kinerja usaha mikro.  Ini bermakna bahwa keadilan dalam bisnis menjadi sesuatu yang bermakna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam usaha mikro.  Sebagaimana yang sudah banyak diketahui bahwa usaha mikro cenderung memiliki karakter yang berbeda dengan usaha besar.  Ciri-cirinya antara lain modal kecil, manajemen lemah, kualitas SDM rendah dan beberapa karakter yang kurang baik dalam aktifitas bisnis.  Tetapi secara normatif SDM yang beraktifitas dalam bisnis relatif sulit membedakan hitam putihnya karakter moralnya.  Karena moralitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia pastilah tidak dapat diukur dari besar kecilnya suatu usaha.  Karena itu keadilan sebagai bagian dari moralitas manusia dapat diimplementasikan dalam skala bisnis apapun.  Dalam penelitian ini prinsip keadilan menjadi bagian yang dapat menunjang kinerja usaha mikro di kota Manado. 
Tidak ada orang yang ingin dirugikan, ditipu ataupun dianggap tidak baik.  Setiap orang pada dasarnya ingin berlaku baik dan tidak ingin dikatakan tidak jujur atau penipu.  Namun dalam realitas kehidupan tidak jarang kita menemukan dan menjumpai orang yang melakukan penipuan, berbohong dan berbagai hal yang merugikan orang lain.  Apalagi dalam aktifitas bisnis dimana ada “mitos” yang menyatakan berbisnis identik dengan menipu (Keraf, 1998).  Tetapi jika pelaku bisnis mampu melakukan prinsip etika bisnis “hormat kepada diri sendiri” pastilah yang bersangkutan tidak akan melakukan penipuan atau berbohong. Karena orang yang melakukan kebohongan dan penipuan berarti ia tidak menghormati dirinya, dan konsekwensinya jika ada orang yang melakukan hal tersebut kepadanya ia harus menerimanya.
Dalam penelitian ini prinsip hormat kepada diri sendiri memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan kinerja usaha mikro di kota Manado.  Hubungan antara prinsip hormat kepada diri sendiri dan kinerja usaha mikro berada pada kategori sedang.  Ini berarti para pelaku usaha mikro menilai hormat pada diri sendiri merupakan hal yang perlu dilakukan untuk menunjang kinerja usaha.  Dengan demikian dapat dikatakan ketika mereka menghargai diri sendiri dalam bentuk misalnya tidak melakukan tindakan penipuan dan kebohongan, niscaya memberikan kontribusi pada kinerja usaha mikro yang ada di kota Manado.
Berbuat baik merupakan salah satu prinsip etika yang bersifat universal. Tetapi dalam aktifitas bisnis mungkin kita dapat menilai bagaimana perilaku pelaku usaha apakah dalam kategori yang ingin berbuat baik atau justru sebaliknya.  Tentu saja secara umum setiap pelaku bisnis ingin berbuat baik kepada pelanggan dan semua pihak yang memiliki keterkaitan dengan aktifitas bisnis mereka.
Penelitian ini menemukan bahwa prinsip berbuat baik dapat dikatakan memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan kinerja usaha mikro, namun dalam kategori yang rendah.  Ini bermakna berbuat baik pastilah menjadi keinginan dan harapan dari setiap pelaku usaha mikro.  Namun karena hubungan antar kedua variabel relatif rendah mungkin saja prinsip ini tidak menjadi prioritas yang cukup bermakna dari pelaku usaha mikro. 
Secara umum, dalam penelitian ini prinsip-prinsip etika bisnis mempunyai pengaruh yang signifikan dengan kinerja usaha mikro di kota Manado.  Hal ini terlihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel prinsip etika bisnis mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha mikro di kota Manado.   Dengan demikian prinsip kerjujuran, otonomi, keadilan, hormat pada diri sendiri maupun prinsip berbuat baik memberikan kontribusi bagi kinerja usaha mikro yang ada di kota Manado.
   
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu tulisan ini dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
·         Prinsip kejujuran dan prinsip berbuat baik memiliki pengaruh dengan kinerja usaha mikro di kota Manado tetapi dalam kategori yang rendah.
·         Prinsip otonomi, keadilan dan hormat kepada diri sendiri mempunyai keterkaitan dengan kinerja usaha mikro pelaku usaha di kota Manado pada kategori sedang.
·         Secara keseluruhan prinsip-prinsip etika bisnis memberikan pengaruh pada kinerja usaha mikro di kota Manado.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
·         Prinsip kejujuran dan prinsip berbuat baik hendaknya penerapannya perlu ditingkatkan oleh pelaku usaha mikro di kota Manado.
·         Pelaku usaha mikro di kota Manado perlu terus mempertahankan dan meningkatkan implementasi prinsip-prinsip otonomi, keadilan dan hormat kepada diri sendiri dalam rangka meningkatkan kinerja usaha.
·         Karena bisnis merupakan bagian dari kehidupan manusia hendaknya para pelaku bisnis selalu menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis.

DAFTAR RUJUKAN
Aritonang, L.R. 2000. Kepuasan Pelanggan Pengukuran dan Penganalisisan dengan SPSS. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bertens, K. 1997. Profil Ilmu Etika Bisnis. Jakarta: Majalah Manajemen Edisi Mei-Juni 1997.
Bertens, K. 2000. Pengatar Etika Bisnis. Jogyakarta: Penerbit Kanisius.
Chandra, R. 1995. Etika Dunia Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Duarte, F. 2008. What we Learn Today is How we Behave Tomorrow: A Study on Students’ Perceptions of Ethics in Management Education. Social Responsibility Journal. Vol. 4 No.1/2  pp 120- 28.
Firestein, P. 2006. Building and Protecting Corporation Reputation. Strategy and Leadership, Vol. 34 No. 4  pp 25- 31.
Jackson, K. 2005. Building Reputational Capital: Strategies for Integrity and Fair Play that Improve the Bottom-line, Oxford University Press, New York.
Keraf, A. S. 1998. Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Petrick, J., Scherer, R., Brodzinski, J., Quinn, J. and Ainina, M, F. 1999. Global Leadership Skill and Reputational Capital: Intangible Resources for Sustainable Competitive Advantage. The Academy of Management Executive. Vol.13 No 1 pp 58-69.
Pin, I. 2006. Etika dan Bisnis. Jakarta: Kompas Edisi 30 Juni 2006 hal 6.
Pratley, P. 1997. The Essence of Business Ethics (Etika Bisnis).  Yogyakarta: Penerbit Andi.
Robbins, S.P., and Coulter, M. 2007. Management. New Jersey: Pearson Education Inc., Upper Saddle River.
Supranto, J. 2003. Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta: Penerbit Rineke Cipta.
Siagian, D. dan Sugiarto. 2006. Metode Statistika Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Velasques, M. G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus. Yogyakarta: Penerbit Andi.